Info Terbaru 2022

Reorientasi Pembelajaran Di Sekolah Dasar

Reorientasi Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Reorientasi Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Tiga tantangan yang harus dihadapi oleh sekolah dalam upaya merealisasikan pendidikan huruf sesuai amanat presiden.
Pendidikan huruf hendaknya menjadi prioritas utama dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di Sekolah Dasar (SD). Pembentukan huruf yang dilakukan semenjak dini diyakini akan bisa merubah mental bangsa ini menjadi lebih baik. Hal itu diungkapkan oleh Presiden Joko Widodo dalam sebuah pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Belanda beberapa waktu lalu. Presiden pun mengusulkan biar 60 hingga dengan 70 persen bahan pelajaran di SD diarahkan pada pembangunan huruf penerima didik.

Baca juga: Presiden Minta SD Ditekankan Membangun Karakter

Apa yang disampaikan oleh presiden tersebut bahwasanya bukan hal yang baru. Sejak Ujian Nasional (UN) untuk tingkat SD dihapuskan, orientasi pembelajaran pun (seharusnya) mengalami pergeseran. Dalam hal ini membiasakan siswa untuk senantiasa melaksanakan perbuatan baik serta menanamkan kecintaan mereka terhadap dunia berguru seharusnya lebih dikedepankan daripada memaksa siswa untuk menguasai seluruh bahan yang tercantum dalam kurikulum.

Namun, pergeseran orientasi pembelajaran tersebut nampaknya masih jauh panggang dari api. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus dihadapi oleh sekolah dalam upaya merealisasikan pendidikan huruf sesuai amanat presiden tersebut. Pertama, keberpihakan kurikulum. Pemberlakuan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) untuk tiap mata pelajaran secara tidak pribadi telah menyempitkan makna maupun tujuan pendidikan yang sebenarnya, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Anak dianggap berhasil mencapai ketuntasan berguru apabila mereka bisa mengerjakan soal-soal di atas kertas. Sedangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan kepribadian menyerupai ketaatan mereka dalam beribadah maupun pengamalan norma-norma sosial justru tidak mendapatkan porsi yang semestinya.

Kedua, kesiapan sekolah lanjutan. Kenyataan menunjukkan, nilai akademik masih dijadikan pertimbangan utama oleh sekolah-sekolah lanjutan (SMP) untuk mendapatkan calon siswa gres dari Sekolah Dasar. Adapun huruf maupun sikap siswa selama di SD kurang begitu mendapatkan perhatian. Akibatnya, tujuan pembelajaran di SD pun lagi-lagi sebatas untuk mendapatkan nilai akademik setinggi-tingginya demi mendapatkan dingklik di sekolah lanjutan (unggulan).

Ketiga, kondisi lingkungan sekitar. Semakin banyaknya pelajar yang mengakibatkan rokok sebagai “teman setia” merupakan salah satu duduk masalah yang dihadapi oleh dunia pendidikan ketika ini. Banyaknya warung-warung di sekitar sekolah maupun rumah yang menjual rokok merupakan penyebab utama maraknya peredaran rokok di kalangan pelajar. Di samping itu tayangan televisi yang menjurus pada kekerasan maupun berbau pornografi pun menciptakan kiprah guru dalam membangun huruf anak semakin berat.

Untuk sanggup mengimplementasikan pendidikan huruf di Sekolah Dasar, diharapkan sinergi yang baik antara pemerintah, sekolah dan orangtua. Sebagai pemegang regulasi pemerintah diharapkan bisa memainkan kiprahnya dalam membatasi peredaran minuman keras dan rokok, mengatur tayangan media elektronik, serta merancang sebuah kurikulum pendidikan dasar yang benar-benar berorientasi pada pembentukan huruf penerima didik. Adapun orangtua hendaknya menyadari betapa pentingnya kiprah mereka dalam melanjutkan pendidikan huruf yang dilakukan oleh guru di sekolah. Menciptakan lingkungan aman yang mendukung tumbuhnya huruf anak merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Dengan demikian, pendidikan huruf di SD pun benar-benar sanggup terealisasi dan tidak hanya sebatas wacana.

*) Ditulis dan dikirim ke oleh Ramdan Hamdani. Guru di SD Islam Terpadu Alamy Subang, Jawa Barat
Advertisement

Iklan Sidebar