Dengan tidak adanya PR, dibutuhkan siswa punya banyak waktu berguru pendidikan aksara di rumah maupun lingkungan di sekitarnya. |
"Kami akan menciptakan surat edaran (SE) untuk sekolah-sekolah soal larangan memberi PR ke siswa. Pelajaran sekolah kami harap jawaban di sekolah. Siswa semoga punya waktu berguru di lingkungan keluarga dan masyarakat," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar M Sidik yang kutip dari Kompas (18/07/18).
Kebijakan larangan menawarkan PR ke siswa sudah diterapkan semenjak tahun pedoman kemudian semenjak diterapkan lima hari sekolah untuk siswa SMP. Namun, larangan itu berupa imbauan yang disampaikan secara verbal ke masing-masing kepala sekolah. Hasil evaluasi, masih banyak guru yang menawarkan PR kepada siswa.
"Siswa juga butuh berguru di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sekarang banyak siswa yang tidak dapat membedakan mana daun salam mana daun kunyit. Pendidikan ibarat itu hanya ada di lingkungan keluarga," ujar Sidik.
Menurutnya jikalau tidak ada PR, para siswa mempunyai waktu banyak untuk berbaur dengan keluarga dan masyarakat. Siswa dapat memakai waktunya di rumah untuk berguru memasak, bertanam, berkesenian, maupun acara nyata lainnya. Siswa juga masih terus dapat melanjutkan berguru mengaji di TPQ maupun madrasah diniyah.
Baca: Hasil Penelitian Menyebutkan Anak SD Tak Perlu PR
Penerapan lima hari sekolah mulai berlaku tahun pelajaran gres ini bagi SD dan Sekolah Menengah Pertama di Kota Blitar. Setiap jam pelajaran sekolah berbeda tiap kelasnya. Tergantung dari mata pelajaran di tiap-tiap kelas. Tentu hal ini juga yang menciptakan berbeda jam pulang siswa di setiap tingkatan kelas.
Dinas Pendidikan Kota Blitar mengaku mengawali sistem ini alasannya ialah sangat susah seorang guru tidak menawarkan PR pada siswanya. Ia berharap ada acuan dari lingkup yang lebih tinggi, ibarat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memperkuat pendidikan karakter
Advertisement