Info Terbaru 2022

Kompetensi Guru Rendah Sebab Tak Ada Grand Design

Kompetensi Guru Rendah Sebab Tak Ada Grand Design
Kompetensi Guru Rendah Sebab Tak Ada Grand Design
Kompetensi Guru Rendah Karena Tak Ada Grand Design Kompetensi Guru Rendah Karena Tak Ada Grand Design
FSGI mendesak biar ada grand design guru sehingga yang sangat penting bagi kesejahteraan dan peningkatan mutu guru.
Kompetensi guru yakni problematika dunia pendidikan yang memang tak gampang dituntaskan. Pada 2015 data menunjukkan, nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) secara nasional ada di 56,69. Angka yang rendah ini merupakan potret kualitas guru secara nasional.

"Kompetensi guru kita memang rendah. Lalu bagaimana selanjutnya? Persoalan kompetensi guru ketika diujikan oleh negara hanya bab hilir dari panjangnya rangkaian permasalah guru nasional," kata Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim.

Masalah kualitas tenaga pendidik diawali oleh pemerintah yang belum mempunyai rencana grand design guru secara nasional. Siapapun menterinya nanti, grand design guru nasional ini harus dijadikan dasar dan parameter dalam menciptakan ragam regulasi guru.

Mulai dari rekruitmen calon guru oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), perbaikan pengelolaan kampus LPTK, denah sertifikasi guru yang tak utuh dan terkesan gonta-ganti. Kemudian pengangkatan guru, model pelatihan, distribusi, dan sumbangan tenaga pendidik.

"Semuanya itu belum berjalan beriringan dengan konsisten dan komprehensif," kata Salim yang kutip dari JPNN (02/01/19).

Untuk itu, FSGI mendesak biar ada grand design guru sehingga yang sangat penting bagi kesejahteraan dan peningkatan mutu guru. Karena itu perlu ada hukum yang berpengaruh dan berkelanjutan, mengingat duduk kasus kompetensi guru yang harus diselesaikan.

Baca juga: Apakah Gaji Guru Pengaruhi Kualitas Pendidikan?

Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sendiri dikala ini sedang merancang hukum atau aliran terkait zonasi guru yang bertujuan untuk memeratakan jumlah dan kualitas guru. Melalui zonasi guru ini dibutuhkan guru-guru PNS tidak menumpuk di satu sekolah atau tempat tertentu saja.

Kendati begitu, nampaknya konsep zonasi guru ini tidak mengatur mulai dari rekruitmen calon guru oleh kampus Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Mengingat duduk kasus LPTK berada di bawah kewenangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Perlu ada sinergitas dan koordinasi antara kementerian dan forum yang mempunyai tanggung jawab terhadap kualitas guru dan calon guru. Dengan adanya koordinasi dan sinergitas yang baik, beliau optimistis akan muncul peraturan yang terbaik bagi kesejahteraan dan peningkatan mutu guru.
Advertisement

Iklan Sidebar