Info Terbaru 2022

Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru Dan Kinerja Guru

Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru Dan Kinerja Guru
Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru Dan Kinerja Guru
Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru dan Kinerja Guru Penelitian Hubungan Antara Sertifikasi Guru dan Kinerja Guru

HUBUNGAN ANTARA SERTIFIKASI GURU DAN KINERJA GURU PADA KKG MEKAR BERSERI DI KECAMATAN LANGKE REMBONG KABUPATEN MANGGARAI

A. Pengertian Sertifikasi Guru

Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 perihal Guru dan Dosen memperlihatkan pemahaman perihal sertifikasi sebagai berikut (Muslich, 2007:2)

1. Pasal 1 butir II: sertifikasi yaitu proses derma sertifikasi pendidik kepada Guru dan Dosen.
2. Pasal 8: Guru wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3. Pasal 11 butir I: Sertifikasi pendidikan sebagai mana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4. Pasal 16: Guru mempunyai sertifikasi pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negri maupun swasta dibayar pemerintah.

Adapun sertifikasi pendidik yaitu bukti formal sebagai legalisasi yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (Hanafiah dan Suhana, 2009:14). Menurut Surakhmad dalam bukunya Payong bahwa sertifikasi merupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari birokrasi. Selain pemahaman sertifikasi di atas, National Co mmission on Educational Survices tahun 2000 memperlihatkan pengertian sertifikasi secara lebih umum bahwa sertifikasi merupakan mekanisme untuk memilih apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diharapkan sebab lulusan forum pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik dikalangan perguruan tinggi negeri maupun swastamerupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari sudut birokrasi. Hal ini sebab sertifikasi sedikitnya terkait dengan sistem manajemen kinerja, yang diterapkan dalam birokrasi. Sertifikasi guru merupakan cara untuk memonitor kinerja guru dengan pendekatan-pendekatan birokrasi (Payong, 2011:69).

Dari pengertian sertifikasi guru di atas penulis menyimpulkan bahwa sertifikasi guru merupakan sebuah proses mendidik, membina dan memperlihatkan latihan kepada guru dalam rangka mendapat akta pendidik. Selanjutnya, guru yang sudah mendapat sertifikat, akan disebut sebagai guru yang professional yang mendapat tunjangan profesi.

B. Faktor-Faktor Pendorong Sertifikasi Guru

Upaya peningkatan profesionalisme guru di Indonesia melalui sertifikasi guru bergotong-royong bertolak dari beberapa kondisi dalam dunia pendidikan. Kondisi tersebut sanggup dilihat dari beberapa aspek berikut (Suyatno, 2007:4-8).

a. Mutu guru

Mutu guru di Indonesia sanggup dilihat dari kualifikasi dan juga kompetensi yang dimiliki. Data terakhir memperlihatkan bahwa kualifikasi guru di Indonesia sebagian besar masih berada dibawah kualifikasi S1/D-IV sesuai tuntutan Undang-undang Guru dan Dosen (No.14/2005).

Rendahnya kemampuan siswa sanggup diduga juga berasal dari rendahnya mutu proses pembelajaran yang diselenggarakan disekolah dimana guru sebagai kunci keberhasilan. Karna itu, selain faktor-faktor siswa dan faktor lainnya guru patut diduga memperlihatkan andil bagi rendahnya prestesi siswa. Jadi, guru mempunyai kiprah yang sangat strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Sebaliknya apabila guru yang berkualitas kurang ditunjangi oleh sumber daya pendukung lain yang memadai, juga sanggup menimbulkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dan hasil pendidikan (Muslich, 2007:6)

b. Prestasi Siswa

Prestasi siswa di Indonesia baik secara nasional yang diukur melalui ujian simpulan nasional maupun survei-survei skala besarditingkat internasional memperlihatkan hasil yang kurang menggembirakan. Rata-rata nilai UN di Indonesia dilihat dari standar pencapaian ketuntasan belumlah memuaskan. Dengan standar kelulusan 5 saja, masih banyak siswa yang tidak lulus (Payong, 2012:19).

Sementara itu, survey lain melalui agenda for international student Assesmenttahun 2006 memperlihatkan bahwa, kinerja siswa Indonesia dalam bidang sains, membaca, dan matematika yaitu sebagai berikut : untuk sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-52 dari 57 negara yang disurvei. Sedangkan untuk membaca, peringkat siswa Indonesia berada pada urutan ke-48 dari 56 negara yang disurvei. Sementara matematika siswa Indonesia berada pada peringkat ke-51 dari 57 negara yang disurvei.

c. Kesejahteraan Guru

Masalah yang terjadi ketika ini, sebagian guru mengakui ada yang mencari pekerjaan diluar kiprah mengajar, menyerupai menjadi guru privat, menjadi tukang ojek,yang lebih seru lagi harus menjadi langganan mengambil kredit di Bank untuk keperluan perbaikan rumah, anak sekolah, kredit sepeda motor dan lain-lain.

Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memperhatinkan itulah, pemerintah Indonesia ingin memperlihatkan reward berupa derma tunjangan profesional yang berlipat dari honor yang diterima. Harapan kedepan yaitu tidak ada lagi guru yang bekerja mencari pekerjaan di luar Dinas sebab kesejahteraanya sudah terpenuhi. Akan tetapi, syaratnya tentu saja guru harus lulus ujian sertifikasi, baik guru yang mengajar di sekolah TK, SD, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengan Atas (Muslich, 2007:4-5).

d. Manajemen guru pada kurun otonomi Daerah

Sejak diterbitnya Undang-undang perihal otonomi Daerah pada tahun 2000, pengelolaan pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat dramatis. Dari segi kewenangan pengelolaan terdapat suatu perkembangan maju dimana sumber kebijakan tidak lagi terletak di sentra tetapi di daerah. Bahkan berdasarkan Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa tanggung jawab, kewenangan, dan sumber daya untuk pelayanan pendidikan sudah ditransfer dari tingkat sentra kepada kawasan bahkan ke tingkat sekolah.

Menurut Undang-undang otonomi daerah, pemerintah kawasan bertanggung jawab untuk merekrut atau mengangkat guru-guru disekolah-sekolah negeri kecuali sekolah-sekolah madrasah dan guru-guru agama. Ini meliputi semua guru PNS baik yang bekerja di sekolah negeri maupun disekolah swasta yang sebelumnya diangkat oleh Pemerintah Pusat. Masalah yang muncul dalam manajemen guru ini yaitu pengangkatan guru yang tidak mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi dan kebutuhan rill sekolah. Pada kurun pasca Undang-undang Guru dan Dosen (setelah tahun 2005) masih banyak pemerintah kawasan yang merekrut guru dengan kualifikasi dibawah SI/D 4 dan juga contoh perekrutan kurang mempertimbangkan kebutuhan rill di sekolah.

e. Beban Keja Guru

Akibat dari perekrutan guru yang tidak mempertimbangkan rasio kebutuhan kongkret sekolah-sekolah maka beban kerja guru juga bervariasi. Secara umum, beban kerja guru di kawasan perkotaan relativ lebih ringan sebab terdapat kelimpahan Guru. Sebaliknya, beban kerja guru di pedesaan atau di kawasan terpencil justru cukup tinggi jawaban kekurangan guru. Survei yang dibentuk oleh Bank Dunia pada tahun 2005 memperlihatkan bahwa untuk guru SD, beban kerja guru di kawasan perkotaan rata-rata 24,9 jam perminggu sedangkan di pedesaan dan kawasan terpencil rata-rata 27 jam perminggu (Payong, 2012:21).

Dari uraian faktor–faktor pendorong sertifikasi di atas sanggup disimpulkan bahwa sertifikasi guru dipengaruhi oleh mutu guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, manajemen guru pada otonomi kawasan dan beban kerja guru. kualitas guru yang rendah, prestasi siswa yang rendah serta beban kerja guru yang terlalu banyak. Sehingga, dengan adanya agenda sertifikasi sangat membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang bermutu.

C. Kinerja Guru

Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Secara etimologi performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedangkan kata “performance” berarti the act of performing, execution. Dari pengertian tersebut sanggup disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan (Suharsaputra, 2010:144-145).

Berikut ini, akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memperlihatkan pemahaman akan maknannya.

a. A. Anwar Prabu Mangkunegara (200:67) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya.

b. Bernadin dan Johnson (Akdon, 2006:166) mendefinisikan kinerja sebagai outcome hasil kerja organisasi dalam mewujudkan tujuan strategik yang ditetapkan organisasi, kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap perkembangan.

c. Kirkpatrick dan Nixon (Sagala dan Purba, 2007:179) mengartikan kinerja sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

d. Westra at.al (Suharsaputra, 2010:145) menjelaskan bahwa performance yaitu sebuah hasil pekerjaan, atau pelaksanaan kiprah pekerjaan.

e. Fatah (1999:19) menjelaskan bahwa prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.

Dari beberapa pengertian perihal kinerja di atas, penulis sanggup menarik kesimpulan bahwa kinerja guru merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai (guru) untuk memperoleh hasil kerja yang optimal.

1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekakan, sebab banyak sekali indikator memperlihatkan bahwa pendidikan yang ada belum bisa menghasilkan sumber daya yang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang ada serta kebutuhan pembangunan, dalam hal ini peningkatan kualitas pendidikan sanggup dioptimalisasikan melalui kinerja guru. Kinerja guru akan menjadi optimal, bila diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, kemudahan kerja, guru, staf manajemen maupun anak didik.

Gibson et. al (dalam Suharsaputra, 2010:147–148) memperlihatkan citra lebih rinci dan komperhensif perihal faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja, yaitu:

a. Variabel individu, meliputi: kemampuan, keterampilan, mental, fisik, latar belakang, keluarga, tingkat sosial, pengalaman demografi (umur, asal usul, jenis kelamin)
b. Variabel organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain
c. Variabel psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, berguru dan motivasi.

Pendapat di atas menggambarkan perihal hal-hal yang sanggup membentuk atau mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologis yang khas, serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang sanggup mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seorang dalam melaksanakan kiprah dan tugasnya dalam organisasi.

Sementara itu Burhanuddin (2011:172) ada beberapa faktor yang sanggup mempengaruhi kinerja guru selaku individu, yakni:

a. Kemampuan
Penguasaan terhadap kompetensi kerja mutlak diharapkan guru dalam mencapai sasaran kerja. Kemampuan guru dalam hal ini bisa menguasai empat kompetensi dasar sebagaimana dipersyaratkan undang-undang.

b. Motivasi
Motivasi yaitu derma suatu insentif yang bisa menarik harapan seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan dan dorongan yang ada dalam diri seseorang yang menjadi penggagas energi dan efek segenap tindak manusia.

c. Dukungan yang diterima, merupakan menifestasi kebutuhan sosial terhadap kiprah dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan.

d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.
Pada dasarnya pekerjaan guru yang dilakukan harus sanggup diakui sehingga, memperlihatkan dampak positif dan menjadi motivasi bagi guru. Sebaik apapun kiprah yang dilaksanakan,jika tidak memperoleh legalisasi maka tidak sanggup memperlihatkan manfaat baik bagi individu pelaksana kiprah maupun orang lain, terutama dalam satuan organisasi kerja.

e. Hubungan mereka dengan organisasi.
Hubungan antara guru dengan organisasi harus berjalan secara kondusif. Hubungan yang aman sanggup diciptakan apabila masing-masing anggota arganisasi mengetahui batas-batas tugas, tanggung jawab dan wewenang dalam menjalankan tugas.

Berdasarkan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu acara tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses berguru serta harapan untuk berprestasi.

2. Model Kinerja Guru

Terdapat tiga macam model kinerja guru (Barizi & Idris, 2011:151-153), yaitu:

1. Model Rob Norris
Model Rob Norris menyaratkan akumulasi beberapa komponen kompetensi mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
a. kualitas-kualitas personal dan profesional
b. persiapan mengajar
c. perumusan tujuan pengajaran
d. penampilan guru dalam mengajar di kelas
e. menampilan siswa dalam belajar
f. evaluasi.

2. Model Oregan
Model oregan mengelompokan kompetensi/kemampuan mengajar kedalam 5 kelompok, yaitu:
a. Perencanaan dan persiapan mengajar
b. Kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam belajar
c. Kemampuan mengumpulkan dan memakai informasi hasil belajar
d. Kemampuan kekerabatan interpersonal yang meliputi kekerabatan dengan siswa, supervisor dan guru sejawat.
e. Kemampuan kekerabatan dengan tanggung jawab profosional.

3. Model Stanford
Model Stanford membagi kemampuan mengajar guru ke dalam lima komponen, tiga dari komponen tersebut sanggup diobservasi dikelas meliputi komponen tujuan, komponen guru mengajar dan komponen evaluasi.

Dari uraian ketiga model kinerja guru di atas sanggup disimpulkan bahwa model kinerja guru bukan hanya di dalam kelas saja tetapi guru juga harus berinteraksi dengan sesama guru dan akseptor didik di luar kelas. Kinerja guru di dalam kelas meliputi kegiatan berguru mengajar yang dimulai dari awal pembelajaran sampai simpulan pembelajaran, sedangkan kinerja di luar kelas meliputi keaktifan guru dalam bergaul dan berinteraksi dengan guru dan akseptor didik.

D. Hubungan Antara Sertifikasi dan Kinerja Guru

Berdasarkan penelitian penulis pada sebuah Gugus/KKG yang Bernama Gugus Mekar berseri di Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggrai Flores provinsi Nusa Tenggara Timur memperlihatkan pada tahun 2013 dengan sampel penelitian yaitu guru guru sertifikasi yang berjumlah 46 orang.

Penelitian ini merupakan sebuah persayaratan dalam meraih gelar S-1 PGSD di STKIP Ruteng. Hasil Penelitian pertanda bahwa ternyata sertifikasi guru dan kinerja guru mempunyai kekerabatan yang positif tetapi tidak signifikan. Hubungan antara sertifikasi guru dengan kinerja guru pertanda kekerabatan yang positif, meskipun hubunganya lemah atau rendah (0.20 – 0.399). Dalam hal ini, bila seorang guru suadah disertifikasi maka kInerjanya sedikit meningkat dan hal ini hanya berlaku pada sampel penelitian (tidak digeneralisasikan pada populasi) sebab hasil uji t pertanda thitung < ttabel yaitu 1.200 < 2.056 artinya kekerabatan yang terjadi tidak signifikan. Dengan demikian hasil penelitian pertanda bahwa antara sertifikasi guru dan kinerja guru mempunyai kekerabatan yang positif tetapi tidak signifikan. Adapun sumbangan atau donasi yang diperoleh dari variabel sertifikasi guru terhadap variabel kinerja guru yaitu 5.24%.

*) Ditulis oleh FLORIANUS JONI, S. Pd. Guru SD Negeri Bambbor, Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai barat, Flores Nusa Tenggara Timur
Advertisement

Iklan Sidebar